Thursday, January 25, 2007

Malam-malam yg Melelahkan


Perkembangan Radith menggembirakan sejak pulang dari rumah sakit. Pas diijinin pulang berat 2,3. Lima hari di rumah waktu dibawa kontrol ke rs beratnya udah 2,7. Nanti tgl 30 jan akan kontrol dan imunisasi lagi.

Imunisasi pertamanya hepatitis. Tidak seperti textbook dan pengalaman orang-orang yg mengatakan imunisasi pertama adalah BCG. Kata dokternya justru buku nya yg sekarang musti diganti. Imunisasi hepatitis tidak menyebabkan anak demam. Tidak seperti imunisasi yg lain yg pernah saya dengar.

Radith sering pipis. Baguslah, daripada susah pipis? Hehehe.. Ya konsekuensi
orang tuanya yg harus gantiin popok/celana. Alhasih setiap pagi kain flanel dan popok menggunung. Belum lagi kalo Radithnya pup. Kalo yg ini saya ga ikutan, mamanya aja. Saya agak 'sensi' kalo udah urusan yg satu itu. Walaupun punya anak sendiri. Tapi memang kebanyakanya mamanya yg bangun. Papanya mah kebluk tidurnya :) Vitri sekarang sering saking pinggang, dan tulang pahanya nyeri seperti rematik katanya. Tapi ga berani minum obat sembarangan, takut pengaruh ke ASI buat Radith.

Radith punya kebiasaan merengek kalo mau kentut. Kalo udah merengek gitu mukanya merah banget. Jadi '...oeeee eeee..... DUT!' udah itu diem lagi. Ga lama kemudian gitu lagi. Vitri nanya ke saya, kenapa ya gitu? Saya jawab, karena Radith blom bisa siul. Kalo udah bisa siul, pasti sebelum kentut dia milih bersiul daripada maksain mukanya jadi merah gitu.

Tapi yg jelas kita berdua suka bingung untuk membedakan maksud tangis Radith. Kadang dicek ga pipis, ngASI juga udah, tapi koq masih nangis juga? Ternyata kegerahan. Oya, Radith ga suka dibedong. Bedongnya bisa berantakan diterjang oleh tangan dan kakinya. Harusnya ada kamus arti tangis bayi di gramed, pasti laku keras.

Radith juga sering olap/gumoh. Katanya sih kalo abis ngASI jangan langsung dibaringin (kalo pake istilah ditiduri koq rasanya kurang sreg ya?). Harus ditepok tepok dulu punggungnya sampai bersendawa. Istilah si Vitri, di-mpo mpo. Gw pikir itu bahasa sunda, ternyata itu karangan dia sendiri.

Kebiasaan Radith tidur pasti kepalanya menghadap kanan, akibatnya kupingnya yg sebelah kanan rada kelipat. Sama kita kepalanya kita hadapin ke kiri, trus sebelah kanannya ditumpukin kain, biar ga bisa balik ke kanan :)

250107

-dodd-

Saturday, January 13, 2007

Surat Terbuka Kpd RS Imanuel : Sungguh Mengecewakan!!

Tadinya surat ini akan saya kirimkan ke surat kabar (Pikiran Rakyat Bandung atau Kompas). Tapi seiring membaiknya keadaan putra saya setelah dirawat di Boromeus, saya jadi males ngirim. Dan daripada ini dibuang, setelah cape-cape di ketik, akhirnya saya posting di blog ini. Sekalian jadi peringatan untuk bagi yg lain. Bukan berarti ini cerita bohong, saya berani dikonfirmasi. Dan saya tidak ada hubungan apa-apa dengan RS Boromeus, ini murni pengalaman saya pribadi. Mungkin hal ini berbeda dengan pengalaman orang lain dengan RS Imanuel.

.....

Tgl 22 des 06, istri saya melahirkan secara Caesar di rs imanuel karena menurut diagnosa dokter leher bayi terbelit ari-ari dan posisi sungsang. Diperkirakan usia kandungan saat itu 36-37 minggu. Jam 11.05 bayi dilahirkan dengan selamat, berat 2200 gram, keluar dari ruang operasi didorong dalam incubator. Setelah itu saya didata oleh seorang co-ass tentang data, salah satunya history saya yg pernah menderita hepatitis c.

2 jam kemudian, kami diberitahu bahwa bayi harus diinfus dan dioksigen karena susah nangis. Hari itu juga saya berusaha mencari informasi tentang keadaan bayi saya, dan info yg saya dapatkan di hari pertama itu adalah “bayi akan dipantau, diinfus dan dioksigen karena susah nangis” dari suster dan co-ass.

Hari kedua (23 des) saya berusaha mencari info dari dokter anak, dr bambang, pagi hari. Kiranya beliau adalah dokter yg sibuk sekali, jadi waktu saya bertanya pun dijawab “akan dicoba diinfus dan dioksigen dan terus dipantau” sambil berjalan keluar (sepertinya terburu-buru menuju tempat lain)

Hari ketiga (24 des) saya kembali menunggu dokter sekitar jam 9-an (sesuai info dari suster ruang clemen), ternyata dokter sudah pulang. Ketika kami menanyakan pada suster, dijawab “seharusnya bertanya pada dokter bambang, kami tidak berhak!” dengan ketus. Sudah jelas dokter bambang susah ditemui padahal kami sudah berusaha.

Hari keempat (25 des) saya menunggu dari jam 8-an, dokter ada di ruang clemen sedang memeriksa bayi-bayi. Karena istri saya sedang mandi, saya menyusul ke ruang Debora untuk menyuruhnya cepat karena dokter bambang sudah datang. Tapi pada saat saya kembali (tidak sampai 5 menit karena saya sambil berlari dan ruang clemen dan Debora itu dekat) ternyata dokter sudah pergi. Saya tanya ke suster dan co-ass bagaimana keadaan bayi kami hanya dijawab “akan dicoba untuk diberi asi, keadaan sudah ada perbaikan, nafas sudah mulai stabil”. Ketika saya lihat emang bayi sudah dilepas infus dan oksigen. Hanya selang makanan saya yg masih terpasang. Bayi masih di incubator.

Kami disuruh menitipkan ASI yg disapih dan dimasukkan ke botol untuk coba diberikan ke bayi. Dan kabarnya sempat diberi 15 ml, tapi kemudia dimuntahkan sebagian.

Hari kelima (26 des) istri saya dijadwalkan pulang. Kami menunggu dokter bambang untuk menanyakan apakah bayi kami dapat ikut pulang. Kami menunggu dari jam 7 di depan ruang clemen, akhirnya saya dan istri dapat bertemu dengan dokter bambang dan saat ditanya ternyata didapat info bayi kami kuning dan akan dicoba disinar hari itu juga. Bayi tidak boleh dibawa pulang. Terdengar juga dokter bambang bertanya pada suster apakah sudah dilakukan test bilirubin (kadar kuning) darah untuk bayi kami dan seingat dia sudah disuruh dan ditandatangan kemarin. Tapi suster menjawab belum. Jadi dokter menyuruh test darah dilakukan besok harinya lagi. Dijelaskan pula bahwa kuning jika kasusnya berat itu akan berakibat pada otak. Dan karena bayinya kecil (hari itu berat bayi berkurang menjadi 2000 gr), jika pulang pun harus dijaga kehangatan suhu tubuhnya. Terlihat jelas dokter ada janji di tempat lain karena sambil mendekati pintu dan hendak pergi.

Siang hari setelah kami berunding dengan pihak keluarga sekitar jam 1-an kami putuskan, karena model perawatan dan minimnya info yg kami terima, untuk membawa pulang bayi kami dan akan dibawa ke dokter lain. Kami dititipi obat untuk bayi. Juga disuruh tanda tangan surat penolakan perawatan.

Tgl 27 des pagi, kami membawa bayi kami ke rs boromeus dan bayi langsung diinkubator lagi. Dilakukan tes darah, ternyata kadar bilirubin bayi kami 21, padahal lebih dari 11 saja sudah harus dirawat khusus dan tidak boleh diberi ASI. Info itu kami dapatkan dari rs boromeus by phone karena bayi ditinggal dan kami pulang ke rumah, jarak waktu pengetesan dan pemberitahuan hasil hanya beberapa jam!

  1. Mengapa rs imanuel tidak melakukan tes darah dari hari-hari pertama? Malah suster udah disuruh dokter pun masih belum melakukan test. Juga kenapa tidak pada tgl 26 langsung test? Harus menunggu tgl 27 untuk test? Apakah ini trik agar lebih lama dirawat?

  2. tolong juga agar dokter dan suster tidak pelit informasi dan susah ditemui. Ini anak pertama kami dan kami masih awam. Malah istri saya sempat kena semprot karena bayi kuning itu yg katanya kurang dijemur, dan berat turun karena tidak pernah di beri asi. Bagaimana bias kami mengatur agar suster menjemur bayi kami padahal bayi ada di bawah pengawasan suster dan diinkubator? Dan bagaimana istri saya memberi asi jika hari pertama sampai ketiga masih diinfus? Kami juga sudah menitipkan asi di botol sesuai saran suster.

  3. kenapa info seperti kadar bilirubin lebih dari 11 tidak boleh diberi asi tidak kami dapatkan dari dokter atau suster? Malah istri saya didorong untuk menitipkan asi, dan tgl 26 disuruh untuk belajar memberi asi secara langsung. Karena tidak bisa akhirnya dicoba dengan botol dan bisa. Karena tidak ada info seperti itu di rumah kami malah berusaha memberi asi lebih banyak karena sepengetahuan kami asi baik untuk bayi.

  4. kiranya suster harus lebih ramah. Tidak seperti salah satu suster di clemen yg judes dan selalu menjawab dengan ketus. Juga lebih aware pada perintah dokter. Seperti misalnya di hari terakhir, sudah jelas dokter menyuruh melakukan penyinaran, tapi sejauh yg kami lihat dari pagi sampai siang hari kami putuskan untuk pulang tidak dilakukan penyinaran. Kapan rencananya? Di akhir hari?

  5. bukankah dengan data bahwa saya pernah menderita hepatitis menjadi acuan untuk secepatnya mengetes darah bayi? Atau malah dari info dari teman-teman saya biasanya di tempat lain test darah itu dilakukan awal-awal, setidaknya untuk mengetahui golongan darah bayi.

Saya tidak menjudge semua dokter / suster di imanuel seperti itu. Ada juga yg baik dan ramah pada pasien. Juga co-ass yg sudah cukup coba membantu. tapi secara keseluruhan kami sungguh kecewa. Sebenarnya dari awal kami sudah diperingatkan oleh beberapa teman kantor tentang pelayanan di rs imanuel, tapi kami tidak berfikir akan seperti ini kejadiaannya. Kami hanya orang awam yg tidak mengerti istilah dan dunia kedokteran, kejadian ini diceritakan dari sudut pandang kami sebagai ‘konsumen’ dari sebuah rs yg cukup terkenal di bandung.






Putra kami : MARVEL RADITYA FATHIN


Putra kami, lahir Jumat tgl 22 Desember 2006 di RS Imanuel Bandung, melalui operasi caesar jam 11.05 AM.
Kami beri nama Marvel Raditya Fathin. Nama adalah doa dari orangtua bagi anaknya. Semoga anak kami menjadi anak yg sholeh, sehat, cerdas, dan berbakti pada orangtuanya. Marvel saya yg milih, bukan ngikutin marvel komik amerika, tapi dari bahasa inggris yg artinya mengagumkan. Tapi please kalau mau ngecek, carinya di kamus inggris indonesia yg keluaran Oxford, kalo yg lain terjemahannya suka aneh-aneh. Raditya dipilih oleh Vitri, artinya matahari dari bahasa sansekerta. Juga kebetulan karena ada tokoh sinetron raditya yg diperankan oleh jonatan frizzy. Fathin dari bahasa arab pilihan Vitri yg artinya cerdas. Panggilannya Radith.

Preambule
Tgl 16 Des 06 kami masih chek up bulanan ke dr Ronnie. Seperti biasa, kondisi bagus, perkiraan berat sekitar 2,7 kg, posisi kepala sudah di bawah. Perkiraan kelahiran sekitar tgl 20an Januari 2007. Kami pulang dengan tenang dan bahagia.
Tgl 21 Des 06, Vitri merasakan ada air mengalir, takut kalo itu ketuban pecah, langsung ke dokter perusahaan dan dirujuk ke imanuel.
Berangkat sendirian ke imanuel (gw masih di jakarta, tapi keep informed), tapi balik lagi karena ga ada dokter. Kontak ke dr Ronnie disaranin ke tempat prakteknya setelah jam 7 malem. Akhirnya check ke dr Winarno di Astana Anyar Bandung dianter mertua. Beliau kabarnya dokter senior. Iyalah, tarifnya juga beda, biasanya bayar 60rb ini 200rb.
Peralatan juga komplit. Pas dicek ternyata hasilnya mengejutkan: leher bayi kelilit plasenta dan disaranin segera caesar. Kalo ditungguin normal perkiraan tgl 4 Jan 07.
Gw ditelpon pas lagi di kantor slipi. Habis denger berita itu, gw 'nga-huleng' Deg-degan ga bisa langsung pulang.

Di RS Imanuel
Besoknya gw berangkat ke bandung, langsung ke imanuel. Jam 11 kurang 15, Vitri didorong ke ruang operasi.
Jam 11.05 putra kami lahir. Didorong keluar dengan box inkubator. Karena kecil. Vitri keluar setengah jam kemudian. 2 jam kemudian kami diberitahu kalo bayi harus di infus dan di oksigen. Karena nangisnya ga lepas. Kita oke-oke aja, dan ga ada prasangka apa-apa. Siangnya saya ijin masuk ke ruang bayi. Bawa kamera. Ada selang infus ke tangannya. Ada juga selang oksigen ke hidung. Pas saya denger nafasnya pun seperti ada suara ngikk ngiik... Seperti ada dahak. Pas ditanya ke koas jawabannya hanya akan dipantau trus. cerita selanjutnya episode imanuel ini bisa dibaca di sini. Pokoknya kami tidak puas dengan pelayanan bagian anak di imanuel.
Singkat cerita kami pulang setelah menandatangani surat penolakan perawatan. Dan kami telah diberitahu dan mengerti akan konsekuensinya. Kami dibekali obat buat Radith.
Kami pulang, Radith1 malem di rumah, esoknya langsung di bawa ke Boromeus Dago Bandung.

Di RS Boromeus
Untunglah tetangga ada yg bekerja sebagai suster bagian anak di Boromeus. Bu Yana. Darinya kami memperoleh infomasi, dibantu didaftarkan. Plus tips-tips perawatan anak. Darinya juga kami memperoleh informasi bahwa obat puyer yg diberikan kepada Radith memang obat untuk menurunkan kuning, tapi ada efek sampingnya, bayi jadi 'teler' dan tidur terus. Untuk bayi yg lahir normal saja hanya berani diberi dosis 1 kali sehari. Tapi Radith dosisnya 3 kali sehari, dengan kondisi berat badan kurang. Pantesan Radith tidur terus dan tidak mau nyusu, gimana mau sehat? Dan kami tidak dapat infomasi tersebut dari suster imanuel!!

Jam 10 Radith masuk ke perawatan, ditangani oleh dr. Yohanes. Langsung dites darah. Dan hasilnya diberitahukan ke Vitri (yg sudah pulang ke rumah) via telepon. Sungguh beda dengan imanuel yg harus nunggu 1 hari lagi untuk melakukan tes. Berat bayi 1,9 kg. Langsung di inkubator dan diinfus lagi, juga disinari dengan lampu biru. Terus terang kami khawatir, tapi karena sikap dan perlakuan suster kami merasa tenang untuk meninggalkan Radith dibawah pengawasan mereka. Hasil tes bilirubin 21. Normalnya dibawah 10. Beda 2 kali lipat. Kami diberitahu bahwa kalau bilirubin besoknya tidak turun, maka bayi akan diterapi dengan biaya yg lebih mahal sedikit. Besoknya bilirubin turun jadi 13. Dan besoknya lagi jadi 8. Kata dokter itu termasuk luar biasa cepat. Info dikemudian hari kami dapatkan bahwa kalo sampai diterapi biayanya bisa sampai 1 juta. Itu hanya untuk terapinya.

Masalah berikutnya adalah berat badan. Nah ini makan waktu yg lumayan lama. Dokter mensyaratkan berat 2,3 baru boleh pulang. Berat Radith naik turun, naiknya lambat, turunnya cepet. Karena setiap tes darah, maka berat akan turun. Sedangkan Radith lumayan sering dites darah. Setiap indikasi kuning, langsung tes, setelah tindakan, pasti tes darah lagi untuk memastikan. Setelah penyinaran pertama, Radith sempet disinar lagi, karena bilirubin jadi 10. Disinar buat jaga-jaga. Turun jadi 6. Berat sempet mentok 2,1 selama 4 hari. Masuk tgl 27 Desember 2006 pulang tgl 12 Januari 2007. Setahun. Hehehehe...
Setiap hari Vitri menyapih susu dan dibotolin, saya setorin ke suster rs. 2 minggu lebih. Setiap hari di fotoin. Sampe suster hapal ke saya karena sering foto-foto.
Berat waktu keluar 2,3 kg. Di imanuel kami yg ngejar dokter, di boromeus kami yg dicari oleh dokter. Hehehe....

Di rumah
Sekarang sudah di rumah, berasa jadi papa mama. Kalau kemaren ga gitu kerasa, masih bisa tidur nyenyak. Tapi sekarang musti standby. Kebanyakan Vitri, karena kalau lapar harus dia yg nyusuin, saya ga bisa :) Kalo sekedar ganti popok, asal bukan e'e, saya masih bisa, walau waktunya lebih lama, dan Radith sering protes karena keburu kedinginan. Dan ijin saya ngantor di kantor bandung diperpanjang. Makasih bos! Radith maunya disusuin ASI, walau sekedar ngempeng doang. Di rs maunya pake botol, di rumah malah ga mau. Susu enfalac prematur formula jadi nganggur. Padahal kadaluarsa 1 bulan setelah dibuka. Gapapa, lebih sehat ASI. Walau Vitri jadi lebih lama gendutnya, karena harus makan banyak, agar ASInya lancar. Tuhan Maha Adil. Hehehehe.....

Well, welcome our beloved son: Marvel Raditya Fathin

-Dodd-